JAMBIPRIMA.COM, JAMBI – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jambi menyuarakan keberatan mereka terhadap kebijakan kenaikan pajak air tanah yang dinilai sangat memberatkan pelaku usaha perhotelan di Jambi. Kenaikan pajak ini disebut mencapai sembilan kali lipat, dari semula Rp148 per meter kubik menjadi Rp2.203 per meter kubik.
Ketua PHRI Jambi, Yudhi Irwanda Ghani, mengungkapkan bahwa kenaikan ini memberikan dampak signifikan terhadap pengeluaran operasional hotel-hotel di Jambi, terutama karena mayoritas hotel terpaksa menggunakan air tanah akibat minimnya pasokan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Beberapa hotel yang sebelumnya hanya mengeluarkan sekitar Rp1 juta untuk retribusi air tanah kini dibebani biaya hingga Rp17 juta per bulan.
“Kondisi kami tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Kami sedang berusaha bangkit pascapandemi, tetapi dengan kenaikan biaya sebesar ini, proses pemulihan kami menjadi semakin sulit,” ujar Yudhi.
Menurut Yudhi, kebijakan kenaikan pajak air tanah ini diberlakukan tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu, yang membuat pelaku usaha terkejut dengan lonjakan pajak yang signifikan. Kenaikan ini tidak hanya memengaruhi arus kas hotel, tetapi juga memperlambat proses pemulihan bisnis yang sudah berjalan pascapandemi COVID-19.
PHRI berharap pemerintah daerah mempertimbangkan kembali Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 29 Tahun 2024 tentang Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), terutama terkait kenaikan pajak air tanah. PHRI meminta kebijakan yang lebih adil dan seimbang, mengingat kondisi sektor pariwisata dan perhotelan yang masih dalam masa pemulihan.
Selain itu, PHRI Jambi juga berharap adanya dialog lanjutan dengan pemerintah daerah dan Komisi II DPRD Jambi, yang sebelumnya telah mengadakan dengar pendapat terkait keluhan ini. Yudhi menambahkan bahwa kebutuhan air bersih merupakan hal esensial bagi operasional hotel, dan terbatasnya pasokan air dari PDAM memaksa hotel-hotel menggali sumur air tanah. Selain beban pemeliharaan sumur, kini mereka juga harus menghadapi kenaikan pajak yang signifikan.
“Kami mendukung adanya pajak, namun penentuan kenaikan ini terkesan mendadak tanpa mempertimbangkan keadaan yang masih belum stabil bagi bisnis kami,” jelas Yudhi.
Menanggapi keberatan tersebut, Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Jambi, Nella Evina, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima masukan dari PHRI dan menyiapkan telaah untuk pembahasan lebih lanjut. Nella juga menegaskan bahwa keluhan ini bukan penolakan total, tetapi permintaan untuk penundaan kenaikan pajak.
"Sebenarnya bukan penolakan, tapi meminta untuk dilakukan penundaan. Kita akan koordinasi dengan DPRD, sesuai arahan ibu Pj. Kita menunggu aspirasi dari kawan-kawan di DPRD," ujar Nella.
Nella juga menyebut bahwa hingga saat ini, kebijakan tersebut sudah terealisasi sekitar 80 persen dari target Rp950 juta. Pemerintah daerah diharapkan dapat segera memberikan solusi yang mendukung keberlanjutan usaha perhotelan di Jambi tanpa membebani mereka dengan kenaikan pajak yang dinilai tidak proporsional. (Cr04)